Hari Rabu, saya kurang serius berolahraga. Perut saya masih kembung, tapi belum diikuti oleh rasa mules. Jadi perut semakin terasa mbesesek. Saya paksakan mandi biar hilang rasa sebah dan jengah. Saya putar audio di Motorola Backflip, saya pilih "Ocean Wave Sound" untuk membangkitkan chakra romantic. Mandi ditemani suara debur ombak yang mengajak bangkit semangat saya.
Hari ini, saya bercerita saja, ya....
Saya pernah ikut berjalan di daerah pinggir kali code. Daerah itu lumayan kumuh, walaupun tidak sekumuh Jakarta. Ibu-ibu tinggal di rumah, atau membuka kios kecil menjual barang kelontong. Namun ada juga yang berani membuka jasa cuci atau masak. Dan ada sesuatu yang menarik, saya melihat ada beberapa ibu yang tekun menghadapi tampah berisi potongan plastik. Rupanya plastik-plastik itu dipotong kecil kecil dan dijadikan bahan pengisi bantal. Ternyata, selain sebagai pengisi bantal, potongan plastik itu juga dipakai sebagai bahan pembuat tas. Bagaimana bisa?
Plastik itu adalah plastik bekas pembungkus makanan atau minuman sachet yang biasanya dilapis alumunium foil di dalamnya. Plastik jenis itu tidak laku di pasaran pengepul barang rongsok. Saudara saya yang jadi juragan bijih plastik di Semarang juga memberikan pendapat yang sama mengenai hal itu. Nah, karena tidak laku dijual, maka plastik itu dirajang dan bisa dimanfaatkan lagi. Ide itu sebenarnya juga menjadi jawaban atas kegelisahan teman-teman yang melihat tas yang terbuat dari plastik bungkus semacam itu, namun masih utuh wujud bungkusnya. Kegelisahan itu berdasarkan atas pemikiran bahwa tas itu malah akan menjadi ajang promosi produk yang bungkusnya dipakai sebagai bahan baku. Mengingat program 3R pengelolaan sampah itu juga mengandung unsur Reduce, maka seharusnya promosi barang penyebab sampah juga harus dikurangi.
Kegelisahan itu terjawab sudah. Ibu-ibu yang entah mendapat pelajaran dari mana bisa mengubah plastik bungkus yang terbuang sia-sia tadi menjadi barang yang bisa dipakai lagi. Saya salut dengan kegigihan mereka. Coba bayangkan, jika bantal berisi potongan plastik tadi diminati orang, dan dihargai dengan puluhan ribu rupiah, maka betapa senangnya suami dan anak-anak yang mendapatkan tambahan gizi. Namun, jangan lupa pula untuk membayangkan betapa kakunya tangan yang sepanjang hari memotong kecil-kecil berpuluh bahkan beratus-ratus plastik. Belum tentu malam nanti suaminya mau dimintai tolong memijat tangan kakunya. Ah... Perjuangan memang selalu harus dilakukan sebelum kebahagiaan menjelang....
Ibu-ibu itu ternyata tidak sendirian. Ada beberapa kelompok ibu yang juga melakukan aktifitas yang sama di daerah Kota Yogyakarta yang lain. Bahkan ada kelompok yang sudah melakukan pengelolaan yang lebih baik terhadap sampah di lingkungan rumah tangga mereka. Plastik yang setiap saat mereka butuhkan pasti akan dikumpulkan terlebih dahulu. Sisanya, yang berupa sampah organik, kertas, dan bahan lainnya diserahkan kepada rantai pengelolaan berikutnya. Mereka juga melakukan aktifitas administrasi, manajemen, marketing, dan edukasi kepada seluruh element di daerahnya masing-masing. Saya ceritakan semua itu pada teman-teman Shvoong saya. Tentu saja saya sangat bahagia bisa mengetahui kegiatan-kegiatan itu dan bisa menceritakannya kepada Anda.
Terima kasih atas perhatiannya. Jika nanti saya temukan cerita lain yang layak Anda komentari, pasti akan saya sampaikan. Selamat bekerja keras.
Kamis, 22 September 2011
Cerita Hari Rabu
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar