Senin, 19 September 2011

Berburu Waktu di Hari Minggu (2) alias Ketemu Luthfi di Angkringan Kopi Josh

Sudah selesai urusan laporan, maksud saya diselesaikan, dipaksa selesai saja, ya...
Teman-teman berkumpul, membahas rencana esok hari. Tetapi ada yang terasa kurang. Teh panas, dan segumpal nasi, ANGKRINGAN. Begitu menyadari, semua bubar, mutar muter seperti ayam kehilangan anjing. Sampai akhirnya Danu mengusulkan mencoba niliki angkringan di depan GOR UNY. Bergegas kami bersiap. Jreeeng....

Semua sudah di atas kendaraan. Breeng... Kami menuju ke utara. Pelan kami susuri jalan Colombo, ini masih di Jogja,lho, bukan di Srilanka. Baddala. belum buka, boss... Jelas saja belum buka, ini masih jam berapa....

Ok, kami berhenti di depan tambal ban sebelum perempatan. Kami berkonsolidasi. blabalablablobloblo, ewesheweshewesh, sepakat. Kami menuju angkringan Lik Man, di sebelah utara stasiun Tugu. Angkringan itu lebih dikenal dengan Angkringan Kopi Josh. Sebabnya adalah menu andalan nya berupa minuman Kopi yang dicemplungi bara arang... Josh...

Sampai di sana, langsung pesan, teh dicampur irisan jeruk 4 gelas, teh panas biasa 1 gelas, wedang tape 1 gelas, dan segelas es teh kesukaan Danu. Kami ambil beberapa bungkus nasi, mengangsur ke trotoar di seberang jalan. Nggelesot di sana dan menikmati kudapan. Ah, alangkah nikmatnya. Angkringan yang biasanya akan lebih ramai menjelang maghrib sampai tengah malam itu masih sepi. Kami lebih leluasa mengeksplorasi tikarnya.

Obrol sana-sini, rencanakan apa-ipi, tertawa haha-hihi, dan kenyang. Maghrib menjelang, kami putuskan kembali ke markas. Ayo, berkumpul, berhitung. Semuanya total menguras kantong kami kurang lebih 50 ribu rupiah. Lebih mahal dari kebanyakan angkringan. Tapi kami puas, bisa makan di mbahnya Angkringan Kota Jogja yang biasanya tidak menyisakan tempat.

Sedang asyiknya menghitung dan membayar, saya dikejutkan oleh tatapan mata khas. Mata itu menembus jantung. Saya sempat gelagepan, kehilangan kata. Saya belum yakin dengan penglihatan dan harapan saya. Luthfi. Wedan. Betulkah itu Luthfi? Mungkinkah dia ada di sini?

Benar. Mata saya ketemu dengan harapannya. Itu Luthfi. Dia menyalami. Keras, kencang, dan dalam, namun lembut merasuk dinding perut saya. Wedan. Saya hendak memeluknya, namun ragu masih menghadang. Pelan saya dekatkan tubuh saya dan tetap mengucapkan kata wedan, guendeng, setan, wuih... semuanya... Akhirnya terpeluk juga, dan semburatlah kenangan-kenangan masa lalu. Luthfi, teman keluyuran, teman berbagi, teman berkelahi, teman masa lalu. Ada gerangan apakah sampai ketemu di sini?

Saya harus ceritakan detilnya hubungan saya dengan Luthfi. Akan tetapi saya harus tutup di sini dulu, dan saya ucapkan terimakasih pada Danu yang berusaha mati-matian mengajak ke angkringan UNY dan gagal, sampai akhirnya usulnya ke Kopi Josh ini mempertemukan saya dengan teman lama. Ah, terimakasih sekali, Nu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar